Kamis, 17 November 2016

15.07 - No comments

Geologi Regional Cekungan Kutai

Gambar 1. Struktur geologi regional kalimantan (Satyana et al., 1999) dan Cekungan Kutai (Van de weerd dan Armin, 1992)

Secara fisiografis, Cekungan Kutai berbatasan di sebelah utara dengan Tinggian Mangkalihat, Zona Sesar Bengalon, dan Sangkulirang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang yang bertindak sebagai zona sumbu cekungan sejak akhir Paleogen hingga sekarang (Moss dan Chamber, 1999). Di sebelah barat berbatasan dengan Central Kalimantan Range yang dikenal sebagai Kompleks Orogenesa Kuching, berupa metasedimen kapur yang telah terangkat dan telah terdeformasi. Di bagian timur berbatasan dengan Selat Makassar.
Kerangka tektonik di Kalimantan bagian timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Pasifik, Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia, serta dipengaruhi oleh tektonik regional di asia bagian tenggara (Biantoro et al., 1992).

Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran. Secara umum, sumbu perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya dan subparalel terhadap garis pantai timur pulau Kalimantan. Di daerah ini juga terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Adapun struktur Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 1.

Batuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai diduga sebagai karakter benua dan samudera yang dikenal sebagai transisi mengambang (rafted transitional). Batuan dasar Cekungan Kutai berkaitan dengan segmen yang lebih awal pada periode waktu Kapur Akhir – Paleosen (70 – 60 MA).

Cekungan pada bagian timur dan tenggara Kalimantan dikontrol oleh adanya proses pergerakan lempeng kerak samudera dari arah tenggara yang mengarah ke baratlaut Kalimantan seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar. 2 Perkembangan tektonik Cekungan Kutai (Hutchison, 1996)

Dari Gambar 2 terlihat bahwa kerak samudera yang berasal dari tenggara Kalimantan mendesak massa kerak benua Schwaner ke arah baratlaut, dikarenakan massa kerak Schwaner sangat kuat maka kerak samudera mengalami patah sehingga ada yang turun ke bawah dan naik ke atas. Karena di dorong terus dari arah Irian Jaya terjadilah obduksi yang akhirnya membentuk batuan ofiolit pada pegunungan Meratus. Ketika kerak samudera mengalami tekanan dari arah tenggara sudah sampai pada titik jenuh maka kerak tersebut patah dan karena adanya arus konveksi dari bawah kerak maka terjadilah bukaan (rifting) yang kemudian terisi sedimen sehingga menyebabkan terbentuknya cekungan-cekungan yang berarah relatif utara–selatan seperti Cekungan Kutai.

Kawasan daratan pesisir Delta Mahakam memiliki seri perlipatan antiklin kuat dan sinklin yang luas yang dikenal dengan nama Antiklonorium Samarinda yang merupakan hasil proses struktur pembalikan (inversi) dari cekungan Paleogen. 

Stratigrafi Cekungan Kutai menurut Allen dan Chamber (1998) terdiri dari dua pengelompokan utama yaitu:

Seri transgresi Paleogen

Zona ini dimulai dari tektonik ekstensional dan rift infill saat Eosen dan diakhiri dengan ekstensional post-rift laut dalam dan karbonat platform pada kala Oligosen Akhir.

Seri regresi Neogen
Zona ini dimulai Miosen Akhir hingga sekarang, yang menghasilkan deltaic progradation. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta hingga paralik atau laut dangkal dengan progradasi dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara (lignit).

Adapun stratigrafi Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana et al., 1999)

SISTEM PETROLEUM

Batuan induk utama terdiri dari Formasi Pamaluan, Pulau Balang, dan Balikpapan.Formasi Pamaluan, kandungan material organiknya cukup (1-2%), tetapi hanya terdapat di bagian utara dari Cekungan Kutai. Pada Formasi Bebulu terdapat kandungan material organik yang cukup dengan HI di atas 300. Formasi Balikpapan merupakan batuan induk yang terbaik di Cekungan Kutai karena kandungan material organiknya tinggi dengan HI lebih besar dari 400 dan matang. Formasi ini ketebalannya mencapai lebih dari 3000 m, sehingga diperkirakan mampu menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup banyak (Hadipandoyo, et al., 2007).

Batuan reservoar terdapat pada formasi Kiham Haloq, Balikpapan, dan Kampung Baru, tetapi yang produktif hanya Formasi Balikpapan dan Kampung Baru (Hadipandoyo, et al., 2007). Porositas permukaan pasir literanitik berkisar <5% - 25% dengan permeabilitas <10 mD - 200 mD.

Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan dijumpai hampir di semua formasi yang berumur Miosen. Kelompok Balikpapan dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai seal.

Migrasi vertikal dari dapur Paleogen matang terjadi melalui jaringan sesar-sesar menuju ke reservoar yang berumur Miosen Tengah dan Atas. Migrasi lateral dari areal dapur matang oleh reservoar lapisan kemiringan ke timur menuju trap stratigrafi ataupun struktur.

Jenis perangkap didominasi oleh perangkap struktur khususnya tutupan (closure) four-way yang diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi menjadi perangkap yang penting namun lebih sulit diidentifikasi keberadaannya bila dibandingkan dengan perangkap struktur. Kombinasi dari perangkap struktur dan stratigrafi lebih umum ditemukan pada Cekungan Kutai.











REFERENSI

Allen, G.P dan Chambers, J.LC., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta

Biantoro, E., Muritno, B.P., Mamuaya, J.M.B., 1992, Inversion Faults As The Major Structural Control In The Northern Part Of The Kutai Basin, East Kalimantan, Proceedings of 21st Annual Convention of Indonesian Petroleum Association

Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, Guntur, A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap, M.D., Firdaus, N., 2007, Kualifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangn Energi dan Sumberdaya Mineral “LEMIGAS”, Jakarta 

Hall, R., 2005, Cenozoic Tectonics of Indonesia, Problems and Models, Indonesian Petroleum Association and Royal Halloway University of London

Hutchison, C.S., 1996, The 'Rajang Accretionary Prism' and 'Lupar Line' Problem of Borneo, in R. Hall and D.J. Blundell, (eds.), Tectonic Evolution of SE Asia, Geological Society of London Special Publication, p. 247-261.

Mora, S., Gardini, M., Kusumanegara, Y., dan Wiweko, A.A., 2000, Modern, ancient deltaic deposits & petroleum system of Mahakam Area. AAPG-IPA Fieldtrip Guidebook 

Moss, S.J. dan Chambers, J.L.C., 1999, Depositional Modelling And Facies Architecture Of Rift And Inversion In The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, Indonesian Petroleum Association, Proceedings 27th Annual Convention, Jakarta, 459-486

Satyana, A.H., Nugroho, D., Surantoko, I, 1999, Tectonic Controls on The Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai and Tarakan Basin, Eastern Kalimantan, Indonesia; Major Dissimilarities, Journal of Asian Earth Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2, Elsevier Science, Oxford 99-120
Van de weerd, A. A., and R.A. Armin, 1992, Origin and evolution of the Tertiary hydrocarbon bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia: AAPG Bulletin, v.76,p.1778-1803

0 komentar:

Posting Komentar